Sabtu, 09 Juni 2018

Kura-Kura Patah Hati

Jangan Pernah Memisahkan Hati Yang Saling Mencinta
Setelah meninggalnya Acai beberapa waktu lalu, Siu Chai-ku murung. Jangankan makan, untuk keluar dari cangkangnya pun, ia enggan. Parahnya, kondisi kesehatannya mulai menurun drastis. Matanya mulai membiru. Terkadang memerah. Seringkali matanya terpejam untuk waktu yang relative lama. Ah, aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Siu Chai-ku kala itu. Patah hati karena ditinggal mati.

Ya, A Chai, teman mainnya, jatuh dari tingkat sembilan rumahku. Nyawanya hanya bertahan selama satu malam setelah masa pengobatan itu. Mungkin karena nggak kuat. A Chai, si pejantan yang nakal itu akhirnya menghembuskan nafas keesokan harinya. Terbujur kaku terbalut handuk. Maklum darahnya terus mengalir.

Jangankan Siu Chai, aku yang setiap waktu memantau perkembangannya pun ikut sedih. Nyesek. Aku merawatnya sedari mereka lahir soalnya. Jadi, serasa punya ikatan batin gitu deh.


Selepas kematian A Chai aku berinisiatif untuk memberikannya teman. Kupikir dengan adanya teman baru, ia akan semangat lagi seperti dulu. Namun, dugaanku meleset. Bruno, bayi mungil yang beberapa waktu lalu sempat ku-upload meregang nyawa setelah tak mampu menahan serangan Siu Chai. Ya, Bruno hanya mampu bertahan beberapa waktu saja bersamaku. Mungkin karena beda spesies kali ya. Bruno dan Siu Chai emang kura-kura. Tapi sayang, mereka berasal dari ras yang berbeda.


Si Kecil Bruno Yang Malang


Bruno, walaupun kecil, dia ras air yang terbilang mahal. Mungkin peranakan yang langka dan bentuk tubuhnya sedikit berbeda. Macam tentara gitu. Kasihan juga si Bruno, baru beberapa hari lahir sudah di sale dengan harga $35. Beda jauh sama Siu Chai, yang harganya Cuma $10. Bagiku, harga bukanlah masalah. Yang penting Siu Chai-ku kembali bahagia. Namun, apalah daya. Takdir berkata lain. Dia tetap gundah gulana menahan lara di jiwa.

Kondisi, Siu Chai kian hari kian memburuk. Ia bahkan tak mau makan. Jujur, sempat stress dibuatnya. Aku tak ingin kehilangan apa yang sudah kumiliki untuk yang kesekian kalinya. Sungguh, aku belum siap. Lalu, aku mencoba untuk mulai browsing tentang segala macam keluhan yang dialami Siu Chai-ku. Ternyata, dia terkena sakit mata dan membuatnya hampir saja buta. Mungkin gegara banyak nangis dalam air. matanya jadi sembab. Beruntung ada obat tetes mata khusus kura-kura. 

Siu Chai Saat Sakit


Kedua foto di atas. aku ambil beberapa hari setelah kematian A Chai. Entah kenapa ekor Siu Chai mengeluarkan alat reproduksinya. Mungkin gegara sakit atau gimana gitu ya. Beruntung, aku langsung tau apa masalah batin yang dialami oleh Siu Chai. Dan langsung mencari obatnya. Kalau nggak nasib tragis akan menimpa lagi sama Siu Chai ku.


Nursing Tortoise, manjur banget buat ngobatin kura-kura yang terjangkit penyakit seperti, infeksi mata, pilek, kuku rusak, dll. Cara penggunaannya juga cukup mudah, oleskan pada bagian mata kura-kura yang memerah sehari 2-3x. InsyaAllah dalam beberapa hari, kura-kura akan membuka matanya kembali. Selama masa pengobatan, jangan letakan kura-kura di bawah sinar matahari. Jemur paling tidak pas pagi harinya saja.




Harganya pun juga cukup murah. Cuma $25. Kalian bisa membelinya di toko ikan. Kalau di Indonesia, aku nggak tahu ada atau tidak. Obat ini bener-bener ampuh. Cukup ditetesin pada mata kura-kura atau dioles di tempat yang sakit, tunggu 3 hari maka kura-kura kita akan membaik. Untuk masa pengobatan, dianjurkan untuk memisahkan antara yang sakit dan yang tidak (kalau kura-kurane banyak) untuk mencegah penularan. Dan pastikan kondisi air dalam keadaan yang bersih. Karena kura-kura bisa tahan tidak makan untuk beberapa bulan, selama masa pengobatan jangan dikasih makan. Ini untuk menjaga agar air tidak terkontaminasi dengan makanannya.


Kini, Siu-Chaiku sudah sembuh. Aku memutuskan untuk memberinya teman dengan spesies yang sama. Namanya A Kwai dan Sie Gi. Alhamdullilah, Siu Chai tak menyerang mereka seperti waktu aku kenalkan dengan Bruno dulu. Mereka kini aku. Bahkan, sangat bersahabat. Sempat beberapa kali kupergoki mereka membentuk formasi menara. Lucu.

Sayangnya, Sie Gi nggak tahan atas perilaku A Kwai yang ternyata transformer dari A Chai. Nakal dan suka gigit lawan huft. Sie Gi tewas dalam beberapa hari setelah A Kwai datang. Kini tinggal Siu Chai dan A Kwai saja yang masih tersisa. Mereka sama-sama tumbuh.

A Kwai (Bawah) & Siu Chai (Atas)
A Kwai 


A Kwai, si pejantan itu kini berkembang cukup pesat. Bahkan mengungguli Siu Chai yang terus Nguntet alias kerdil kalau orang mah. Mungkin karena dia cewek. Ah, nggak masalah deh yang penting mereka bisa bahagia. Bisa membuat aku tersenyum dan jadi tempat curhat kala hati gundah. Si A Kwai ini, awalnya agresif banget. Setelah segede gaban gini, jadi nggak seagresif dulu.


Lihat nih kelakuan Siu Chai-ku yang bandel banget. Dia itu paling suka ngejailin si A Kwai macam itu. Kalau nggak ya pasti Siu Chai ngajak bertarung. Aneh-aneh pokoknya kelakuan si Kuntet yang satu ini.



Kawan. sungguh, jangan pernah memisahkan hati yang saling mencinta. Sekalipun itu pada binatang. Karena mereka mempunyai rasa layaknya kita, manusia. Mereka bisa menangis walau kita tak tahu. Semoga, yang punya binatang peliharaan tak hanya mampu memelihara saja. Tapi juga mampu memahami apa yang dimau oleh mereka sebagai penghibur tuannya.


Foto ini saat si tempurung A Chai pecah. Mana, di Hongkong dokter hewannya jauh lagi. Syedih baby nyaksiinnya. Jangankan makan, untuk menyesap air pun dia nggak mampu. 2 hari setelah masa-masa sulit itu, dia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menguburnya di pot ini.


1 pot ini berisi 3 nyawa kura-kuraku. A Chai, Bruno Dan Sie Ge. Selamat jalan buat kalian. Miss u A lot.

Adakah di antara kalian yang memiliki binatang kesayangan?

Jika ada boleh deh ngisi curhatan di kolom komen. Jangan lupa buat nambahin aku di akun G+ kamu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

SEMUA TENTANG MAS KER