Kamis, 12 Februari 2015

Bubur Sumsum Dan Alasan Aku Tidak Bisa Masak



Pagi tadi, si Sri (temanku beda kabupaten) dengan PEDE-nya pamer foto, sepincuk bubur sumsum (jenang putih bahasa jawane) yang telah tandas dan tak bersisa sedikit pun. Aku yang notabene jarang memakannya, lima tahun terakhir ini, sedikit ngowoh plus ngiler dibuatnya.

Foto by Fendy Ponorogo​​ (Sri)


Sebenarnya sih gampang membuatnya namun untukku yang tak bisa memasak ini, ya tetap saja sulit. Beberapa bulan lalu, aku juga sempat membuat bubur sumsum tapi bukan menjadi bubur, justeru lebih ke arah gethuk. Bantet setengah atos namun cukup lembut sih. Entah, ini akunya yang salah atau aku memang benar-benar tidak bisa memasaknya. Aku pun juga tidak mau mengkambing hitamkan YouTube yang telah dengan senang hati mengajariku. Tidak, aku tidak mau menyalahkannya.

 Terkadang, aku sering iri pada amase aku, kenapa pria semaco itu bisa mahir dalam urusan perdapuran, sedang aku tidak? Why? Padahal aku masaknya juga pakai tangan. Kalau aku bilang pakai hati ntar dikomplain, "apa ada masak pakai Hati? Ya, pakai tangan dong." Sebelum dikomplain, mending diluruskan sekalian. Biasalah, Indonesia tiada hari tanpa komplain. Bahkan, urusan salah satu kata yang mesle pun juga diperdebatkan. Heuh....


 Tentang kenapa sampai sekarang aku tidak bisa masak, mungkin itu juga gegara kata-kata Mamak. Dulu sekali, pas jamannya aku masih muda, imoet dan yeah masih semangat-semangatnya pengen tahu segala hal, aku pernah ingin mencoba membuat bubur sumsum ini. Saat itu aku melihat resepnya yang terpasang cantik di sebuah tabloit Indonesia. Bahannya yang cukup simpel dan mudah didapat itu, membuatku menjadi tertantang untuk membuatnya. Namun, setelah rasa penasaran dan tantangan itu menghampiri jiwa dan ragaku, Mamak yang saat itu melihat mataku berbinar-binar, segera menebas habis hingga pangkal rasa itu dengan sebuah kalimat yang membuatku tertunduk lesu. "Bubur sumsum kui jenang putih. Tuku sewu ae mae lek Jini iso sampe umor. Wes rasah gawe. Do yo tho kepangan, lek ora? malah ngejing-ngejing duwit. Bathi kesel." Bubur sumsum itu jenang putih. Beli seribu saja bisa membuatmu kenyang. Tidak perlu buat. Ya nanti kalau dimakan, kalau tidak? Malah buang-buang uang. Rugi, capek.


 Yaps, begitulah kata-kata Mamak. Sebenarnya, aku juga baru tahu kalau bubur sumsum itu jenang putih. Maklum, aku orang Jawa tulen. Yang masih memegang teguh budaya unggah ungguh. Yang menyerahkan tanggungjawab terpenting dalam urusan makanan pada yang tua. Jadi segala urusan perdapuran, Mamak tercintalah yang memegangnya. Akunya enak, tinggal matengnya saja. Mamak memang baik sih tidak pernah menyerahkan urusan dapur padaku. Paling-paling cuma cuci piring atau bekas memasak yang jadi tanggunganku. So, please jangan salahkan aku jika nggak bisa masak ya.


 Berhubung ini malam jumat, distop dulu facebookannya. Waktune mengerjakan sesuatu yang perlu dan pentiing untuk dilaksanakan. Ok...sampai jumpa kawan-kawan. Diwaktu Dan tempat yang disediakan oleh Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

SEMUA TENTANG MAS KER