Sabtu, 01 April 2017

Mbak, Maaf Aku Selingkuh Dengan Suamimu

                Siang itu, aku mendapati kabar bahwa kamu dan teman-temanmu berkunjung ke Hongkong. Katanya sih transit. Karena, tak bisa langsung pulang ke Indonesia secara langsung. “Mahal di ongkos.” Itu alasan yang kamu utarakan padaku.

                Sebagai seorang istri, aku percaya akan hal itu. Aku masih terlalu awam untuk mengerti. Tapi sejujurnya, aku begitu khawatir. Beberapa bulan sebelum kejadian itu berlangsung, aku pernah diberitahu oleh karibmu, bahwasanya kamu sedang berusaha mendua di belakangku. Sebenarnya, aku tak ingin memercayai hal tersebut. Aku selalu berfikir, bahwa kamu adalah kepala rumah tangga yang bisa aku percaya, baik lahir maupun batin.

                Tapi semenjak  kejadian siang itu, aku percaya, bahwa apa yang kita pertahankan sedemikian rupa tak akan bisa bertahan lama jikalau salah satu dari kita tak jujur pada diri sendiri dan semuanya akan hancur pada waktunya, jika tak ada komitmen dan iman di hati untuk saling menjaga hati.
               
                Foto yang setiap hari berseliweran di beranda Facebook-ku beberapa hari ini adalah bukti hasil dari perselingkuhanmu dengan gadis itu. Teramat mesra sekaligus mesum, bagiku. Tak dapat kupungkiri, gadis itu memang cantik. Dibandingkan denganku, jelas kalah jauh. Aku bisa menafsirkan bahwa dia masih perawan. Tapi itu mungkin juga iya, hanya status di KTPnya saja. Toh pada kenyataannya, dia tak berbuat seperti gadis-gadis remaja lainnya. Dia justeru memilihmu sebagai pelampiasan nafsu. Jujur, aku tidak tahu apa maksud Tuhan dengan semua rencananya ini. Tapi yang aku yakini, bahwasanya aku telah salah langkah memilihmu sebagai pasangan hidup.

                Kamu tahu? Timelineku, penuh dengan ucapan belasungkawa dan simpati dari masyarakat luas yang mengetahui hal ini. Baik dari kerabat, teman bahkan orang yang tak kukenal sekalipun menyebar berita tentangmu. Tengtang hidupku dan keluarga kita. Mereka menyebarkan semuanya. Dari satu titik ke titik yang lain. Dari situs satu ke situs yang lainnya. 

“Apakah aku malu?”
               
                Jujur, aku malu sekali. Aib ini, seperti timah panas yang menembus tepat di jantungku. Rasanya aku telah mati seketika itu. Berhari-hari aku menangis. Tak ada satupun wanita yang kuat menghadapi segala kenyataan ini. Lagipun, bayi kecil  yang baru saja kulahirkan, ikut merasakan imbasnya. Air susuku tiba-tiba tak mampu keluar, sekalipun sudah dihisapnya berjam-jam. Dengan terpaksa, ayah dan ibukulah yang juga kerepotan dibuatnya.

                Sungguh, aku tak ingin menceritakan hal ini sebenarnya. Jikalau kamu, kamu dan kalian semua tak berusaha membuat hatiku sakit. Aku bukan seorang penulis yang handal. Yang bisa menuliskan diksi dan perumpaan yang baik untuk wanitamu itu. Sekaligus untukmu, ayah dari anakku. 

                Hari ini, aku mendapat sebuah pesan dari gadis itu. Dia meminta maaf atas tindakannya setelah foto dan video itu menyebar. Katanya, dia tidak tahu bahwa kamu telah beristri, pun jua beranak. Jika aku bisa memaafkan atas segalanya, mungkin aku akan memaafkan atas sikapmu dan perbuatan kalian. Tapi apalah dayaku. Aku manusia biasa yang punya hati dan juga akal. Tak mudah menghilangkan segalanya sekaligus memaafkan. Sungguh tak mudah. Dengan enteng sekali dia bilang, “Mbak, maaf aku selingkuh dengan suamimu. Jujur, aku tak tahu jika kalian sudah menikah”

                Di mana hati nuraninya sebagai seorang perempuan?

                Aku tahu, mungkin aku sudah tak semenarik dahulu. Jangankan untuk merawat diri, untuk mengontrol nafsu makan pun aku tak bisa. Perut ini terus saja lapar itulah sebab kenapa badanku kian melar. Tapi, sungguh tak mengapa bagiku. Aku berusaha memberikan yang terbaik untuk bayi kita. Untuk perkembangan dan nutrisi yang dia butuhkan.

                Aku yakin kamu tak pernah memikirkannya.

                Malam ini, aku memutuskan untuk berbicara dengan seseorang, yang kupercaya untuk menulis kisah antara aku, kamu dan selingkuhanmu. Otakku sudah buntu, batinku tersiksa atas segala apa yang kulihat. Seandainya tak kukeluarkan sekarang, mungkin aku bisa depresi. Yang lebih kutakutkan lagi, jika aku terkena Baby Blues Syindrome.

Gambar ini hanya sebuah ilustrasi

                Dan kamu tahu apa akibatnya?

                Ya, barang pasti bayi mungil yang kini dalam pengasuhan orangtuakulah yang akan kehilangan sosok ibunya. Aku tak mengapa jika takdir memisahkan kita. Sungguh, tak mengapa. Sudah kusiapkan hatiku jauh-jauh hari. Perpisahan itu mungkin adalah jalan yang terbaik atas segala sikap dan perbuatan yang kamu lakukan terhadapku.

                Malu rasanya, aku bertemu dengan orang. Pastinya kamu sadar, hidup di desa penuh dengan segala caci, maki dan benci. Salah melangkah saja, kita bisa menjadi bahan bullyan banyak orang. Jika kamu tak mengapa, tak masalah buatku. Tapi tak pernahkah sejenak kamu berfikir tentang anak yang baru saja kulahirkan.

   Bagaimana dia nantinya tumbuh?
   
   Bagaimana kujelaskan padanya tentang sosokmu yang meninggalkanku demi gadis itu?
               
                Sampai detik ini, kamu belum jua pulang ke rumah. Mungkin, kamu masih bahagia di sana. Dengan kekasihmu yang lain. Atau mungkin, kamu tengah asyik memadu kasih di tempat yang seharusnya adalah tempatku. Ah, aku hanya bisa memikirkannya, tak lebih.
               
                Buat kamu yang membaca tulisan ini, aku tak perlu rasanya memberikan maaf itu. Sebaiknya perpisahan adalah hal yang tepat yang harus kita lakukan. Aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang berkepanjangan ini. Hatiku sudah teramat sakit dengan kejadian yang kudengar dan kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri.

                Aku menyerah dengan segala ketidakkuasaanku.

                Dan buat kamu yang mengaku selingkuhannya. Apakah tak ada urat malu di dirimu? Tak adakah nurani yang bersemayam di tubuh indahmu itu? Aku tak menyangka hal ini akan menimpa diriku dan menghancurkan keutuhan rumah tanggaku yang selalu kujaga dalam doa. Mungkin, saat ini kamu dapat berbangga dan bersuka cita di atas deritaku. Tapi ingatlah, suatu saat, entah kamu, anakmu, cucumu atau bahkan generasi yang kamu turunkan akan bernasib sama denganku. Sungguh, itu adalah buah yang pohonnya tengah kamu tanam sekarang.


                Tak mengapa jika kamu bisa merebut kebahagiaanku sekarang. Walau sebenarnya, aku sendiri tak pernah ikhlas atas takdir ini. Tapi pada kenyataannya harus tetap kuhadapi. Aku merelakan dia untukmu. Wahai kamu gadis yang tak tahu malu.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

SEMUA TENTANG MAS KER