Siang
itu, aku mendapati kabar bahwa kamu dan teman-temanmu berkunjung ke Hongkong.
Katanya sih transit. Karena, tak bisa langsung pulang ke Indonesia secara langsung.
“Mahal di ongkos.” Itu alasan yang kamu utarakan padaku.
Sebagai
seorang istri, aku percaya akan hal itu. Aku masih terlalu awam untuk mengerti. Tapi sejujurnya, aku begitu khawatir.
Beberapa bulan sebelum kejadian itu berlangsung, aku pernah diberitahu oleh
karibmu, bahwasanya kamu sedang berusaha mendua di belakangku. Sebenarnya, aku
tak ingin memercayai hal tersebut. Aku selalu berfikir, bahwa kamu adalah
kepala rumah tangga yang bisa aku percaya, baik lahir maupun batin.
Tapi
semenjak kejadian siang itu, aku
percaya, bahwa apa yang kita pertahankan sedemikian rupa tak akan bisa bertahan lama jikalau salah satu dari kita tak jujur pada diri sendiri dan semuanya akan hancur pada
waktunya, jika tak ada komitmen dan iman di hati untuk saling menjaga hati.
Foto
yang setiap hari berseliweran di beranda Facebook-ku
beberapa hari ini adalah bukti hasil dari perselingkuhanmu dengan gadis itu. Teramat mesra sekaligus mesum, bagiku. Tak dapat kupungkiri, gadis
itu memang cantik. Dibandingkan denganku, jelas kalah jauh. Aku bisa
menafsirkan bahwa dia masih perawan. Tapi itu mungkin juga iya, hanya status di KTPnya
saja. Toh pada kenyataannya, dia tak berbuat seperti gadis-gadis remaja
lainnya. Dia justeru memilihmu sebagai pelampiasan nafsu. Jujur, aku tidak tahu
apa maksud Tuhan dengan semua rencananya ini. Tapi yang aku yakini, bahwasanya
aku telah salah langkah memilihmu sebagai pasangan hidup.
Kamu tahu? Timelineku, penuh dengan ucapan
belasungkawa dan simpati dari masyarakat luas yang mengetahui hal ini. Baik dari kerabat, teman bahkan orang yang tak kukenal sekalipun menyebar berita tentangmu. Tengtang hidupku dan keluarga kita. Mereka menyebarkan semuanya. Dari satu titik ke titik yang lain. Dari situs satu ke situs yang lainnya.
“Apakah
aku malu?”
Jujur,
aku malu sekali. Aib ini, seperti timah panas yang menembus tepat di jantungku. Rasanya aku telah mati seketika itu. Berhari-hari aku menangis. Tak ada satupun wanita yang kuat menghadapi segala
kenyataan ini. Lagipun, bayi kecil yang
baru saja kulahirkan, ikut merasakan imbasnya. Air susuku tiba-tiba tak mampu
keluar, sekalipun sudah dihisapnya berjam-jam. Dengan terpaksa, ayah dan
ibukulah yang juga kerepotan dibuatnya.
Sungguh,
aku tak ingin menceritakan hal ini sebenarnya. Jikalau kamu, kamu dan kalian
semua tak berusaha membuat hatiku sakit. Aku bukan seorang penulis yang handal.
Yang bisa menuliskan diksi dan perumpaan yang baik untuk wanitamu itu.
Sekaligus untukmu, ayah dari anakku.
Hari
ini, aku mendapat sebuah pesan dari gadis itu. Dia meminta maaf atas
tindakannya setelah foto dan video itu menyebar. Katanya, dia tidak tahu bahwa
kamu telah beristri, pun jua beranak. Jika aku bisa memaafkan atas segalanya,
mungkin aku akan memaafkan atas sikapmu dan perbuatan kalian. Tapi apalah
dayaku. Aku manusia biasa yang punya hati dan juga akal. Tak mudah
menghilangkan segalanya sekaligus memaafkan. Sungguh tak mudah. Dengan enteng
sekali dia bilang, “Mbak, maaf aku selingkuh dengan suamimu. Jujur, aku tak tahu jika kalian sudah menikah”
Di mana hati nuraninya sebagai seorang
perempuan?
Aku
tahu, mungkin aku sudah tak semenarik dahulu. Jangankan untuk merawat diri, untuk
mengontrol nafsu makan pun aku tak bisa. Perut ini terus saja lapar itulah
sebab kenapa badanku kian melar. Tapi, sungguh tak mengapa bagiku. Aku berusaha
memberikan yang terbaik untuk bayi kita. Untuk perkembangan dan nutrisi yang
dia butuhkan.
Aku yakin kamu tak pernah memikirkannya.
Malam ini, aku memutuskan untuk
berbicara dengan seseorang, yang kupercaya untuk menulis kisah antara aku, kamu
dan selingkuhanmu. Otakku sudah buntu, batinku tersiksa atas segala apa yang
kulihat. Seandainya tak kukeluarkan sekarang, mungkin aku bisa depresi. Yang lebih kutakutkan lagi, jika aku terkena Baby Blues Syindrome.
![]() |
Gambar ini hanya sebuah ilustrasi |
Dan
kamu tahu apa akibatnya?
Ya,
barang pasti bayi mungil yang kini dalam pengasuhan orangtuakulah yang akan
kehilangan sosok ibunya. Aku tak mengapa jika takdir memisahkan kita. Sungguh,
tak mengapa. Sudah kusiapkan hatiku jauh-jauh hari. Perpisahan itu mungkin
adalah jalan yang terbaik atas segala sikap dan perbuatan yang kamu lakukan
terhadapku.
Malu
rasanya, aku bertemu dengan orang. Pastinya kamu sadar, hidup di desa penuh
dengan segala caci, maki dan benci. Salah melangkah saja, kita bisa menjadi
bahan bullyan banyak orang. Jika kamu tak mengapa, tak masalah buatku. Tapi tak
pernahkah sejenak kamu berfikir tentang anak yang baru saja kulahirkan.
Bagaimana
dia nantinya tumbuh?
Bagaimana kujelaskan padanya tentang sosokmu
yang meninggalkanku demi gadis itu?
Sampai
detik ini, kamu belum jua pulang ke rumah. Mungkin, kamu masih bahagia di sana.
Dengan kekasihmu yang lain. Atau mungkin, kamu tengah asyik memadu kasih di
tempat yang seharusnya adalah tempatku. Ah, aku hanya bisa memikirkannya, tak
lebih.
Buat
kamu yang membaca tulisan ini, aku tak perlu rasanya memberikan maaf itu.
Sebaiknya perpisahan adalah hal yang tepat yang harus kita lakukan. Aku tak
ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang berkepanjangan ini. Hatiku sudah
teramat sakit dengan kejadian yang kudengar dan kusaksikan dengan mata kepalaku
sendiri.
Aku menyerah dengan segala ketidakkuasaanku.
Dan buat kamu yang mengaku
selingkuhannya. Apakah tak ada urat malu di dirimu? Tak adakah nurani yang
bersemayam di tubuh indahmu itu? Aku tak menyangka hal ini akan menimpa diriku
dan menghancurkan keutuhan rumah tanggaku yang selalu kujaga dalam doa. Mungkin,
saat ini kamu dapat berbangga dan bersuka cita di atas deritaku. Tapi ingatlah,
suatu saat, entah kamu, anakmu, cucumu atau bahkan generasi yang kamu turunkan
akan bernasib sama denganku. Sungguh, itu adalah buah yang pohonnya tengah kamu
tanam sekarang.
Tak
mengapa jika kamu bisa merebut kebahagiaanku sekarang. Walau sebenarnya, aku
sendiri tak pernah ikhlas atas takdir ini. Tapi pada kenyataannya harus tetap kuhadapi.
Aku merelakan dia untukmu. Wahai kamu gadis yang tak tahu malu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar