Minggu, 15 Februari 2015

Maaf Jangan Menawariku Bisnis MLM


Selamat malam kutujukan pada kalian  (mbak sanak, ki sanak plus semua sanak di seluruh dunia) yang amat kusayangi. Walau kita belum kenal, seenggaknya aku cukup berterima kasih sekali atas sapanya dibeberapa akses online maupun tatap muka yang kalian luangkan padaku. Aku selalu berdoa untuk kalian semoga tambah dilapangkan rejekinya.

Oh, ya... Sebelumnya aku minta maaf karena tidak bisa membalas satu persatu ajakan, harapan plus iming-iming duniawiyah yang kalian tawarkan padaku. Bukannya aku tidak ingin seperti kalian, yang punya pendapatan tambahan dengan gaji yang cukup menggiurkan. Bukan, bukan aku nggak mau. Siapa sih yang tidak ingin jalan-jalan ke seluruh penjuru dunia. Naik kapal pesiar. Dan jalan-jalan tanpa kepanasan. Siapa yang nggak mau coba. Semua orang yang ditawarkan seperti itu pastinya maulah. Tapi maaf...sekaliagi maaf, aku benar-benar nggak percaya MLM. Jika kalian ingin kaya, monggo...silahkan perkaya diri kalian dengan jalur ini. Bukannya aku nggak percaya pada kata-kata kalian yang katanya bakal dapat bonus yang berjut-jut hingga bakal membuat kami (para member baru) terkejut-kejut. Aku percaya kok, percaya bahwa yang dapat hadiah itu pasti bahagia. Percaya juga dengan hasil yang kalian dapat, terus diupload dan langsung disebarkan ke dunia maya. Percaya, sungguh saya percaya walau hanya pamer foto saja. Yang jelas kalian bahagia kan, soalnya bisa pamer.

Namun, sekali lagi aku minta maaf. Aku nggak percaya tentang bisnis MLM dengan segala bentuk dan rupa. Mulai yang dari obat, alat kecantikan dan  kebutuhan rumah tangga lainnya. Dan sekali lagi, aku nggak mau ikut-ikutan dan masuk dalam jaringan kalian. So, jangan sekali-kali menawariku.

Aku sudah cukup bahagia dan bersyukur atas rejeki yang diberikan ALLAH SWT dengan tidak berusaha menambahkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu diteteskan pada apa yang sudah jadi aturan-NYA.

''Semua pekerjaan itu halal jika kamu berada di jalur yang bedar, Kace." Walaupun MLM kamu kan juga tetap bekerja. Apanya yang salah coba?"

Pernyataan yang membuatku setengah sepchellz. Gimana coba aku menjelaskan ya...

Begini....

Sistem MLM dan sak krandahe jaringan ini  memang bisa disebut pekerjaan sambilan. Memang loh ya. Soalnya juga dibuat lari sana, lari sini. Mubet sana, mubet sini. Jual produk ini, itu. Plus yang tak kalah penting terkadang dibumbui dengan aroma nipu sana, nipu sini - yang jujur sedikit- dan sebagian besarnya? Yeah.... Bisa diprediksi sendiri. Toh yang diburu juga tetap sama, duit. Iya, kan?

Apakah kalian (pekerja) MLM tahu? Eh, pasti tahulah- sayang mereka cukup tidak mengerti- skema piramida ini. Di mana yang paling ataslah, yang justeru diuntungkan. Yeah...yang namanya bawahan sih ya hanya bisa jadi bawahan. Arep mlaku nang ndukur ya butuh waktu. Dan waktunya itu loh....

Kalau hanya ingin memburu duit, aku ini inginnya nggak seperti kalian. Yang biasa-biasa saja dan nggak merugikan orang lain. Yang nggak membuat orang kecewa dan pada akhirnya meninggalkan kita. Kalau toh dengan bisnis MLM ini bisa membuat orang jadi cepat kaya, ya ngapain anggota DPR masih juga  ikut korupsi. Mbok yao diajak bisnis ini. Toh buktinya mereka masih miskin - dengan seenaknya mencuri, menenggelamkan dan masih pula menerima tabokan tutup mulut - walau mereka itu anggota dewan.

Ayo... Ajak mereka. Kalau hanya dikalangan kita-kita, aku khususnya nggak percaya. Dan sangat tidak menyukai apapun dalam bentuk MLM dan termasuk produknya.

Kenapa?

Karena untuk cantik dan ganteng nggak perlu biaya mahal kok. Nggak perlu nipu sana, sini. Cukup wudhu dan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi yang Dia tidak suka, itu saja bisa membuat orang terlihat cantik dan ganteng. Bahkan, dengan wudhu aura dalam diri pun ikut bersinar. So, nggak perlu buang-buang duit kan?

Lalu, tentang penyakit. Tuhan itu sebenarnya sudah memberi obat alami loh. Obat dari alam. Walau masih membutuhkan proses pengolahan. Tapi sungguh, khasiatnya benar-benar dahsyat tak kalah dahsyatnya ketika kita diiming-imingi hadiah mobil -sisa hasil kekecewaan orang- yang bakal diberikan pada kita setelah menuju pada tingkatan tertentu. Kalau mau sembuh ya harus menunggu. Bukankah Tuhan menyuruh kita untuk lebih bersabar.

Sekali lagi, please don't tawari me untuk gabung dalam bisnis kalian. Kalau disuruh memberi doa, tak doakan kalian bisa cepat kaya. Cepat naik haji (bagi yang muslim). Bagi yang non, semoga berbahagia dengan duit yang kalian dapatkan dalam bisnis ini.

Hidupku sudag sangat bahagia dengan rejeki yang dilimpahkan oleh-Nya. So, bila mau berteman denganku tolong jangan ngoceh lagi terutama promosi di inbox masalah MLM. Catet...!

Readmore → Maaf Jangan Menawariku Bisnis MLM

Bahagia Itu Sederhana

Bahagia itu sebenarnya sederhana. Saat kita sendiri, ada sahabat yang bisa saling melengkapi. Ya seperti hari ini, saat aku tak libur pun sahabat-sahabatku datang menjengukku. Makan bersama dengan menu ala kadarnya. Berbagi dalam canda dan tawa. Ada juga seorang sahabatku yang hari ini, rela dan ikhlas mengambilkan titipan baju di kota seberang.  Dan seorang lagi, yang tak pernah marah padaku walau aku sering marah-marah nggak jelas padanya. 

---Bahagia itu ketika memiliki sahabat seperti mereka--- Terima kasih Sahabatku.

Bagaimana dengan sahabatmu, kawan? Apa kalian punya sahabat juga seperti halnya aku? 


Readmore → Bahagia Itu Sederhana

Kamis, 12 Februari 2015

Bercak Langit

Hari ini, Februari 12. Langit masih nampak sama, biru, indah dan menarik hati manusia. Tak terkecuali aku. Aku sangat menyukai langit. Terlebih, saat aku sedang sendiri. Langit mampu membuatku tenang. 


Foto di atas adalah hasil jepret sore tadi. Dengan mas Sony-ku tentunya. Itu langit Hongkong. Tsuen Wan tepatnya. Aku mengambilnya dari lantai 8 saat menjemur baju di tangga samping rumah.


Lihat... Betapa indah dan menakjubkan, bukan? Langit... Mampu membius setiap mata dalam sekali panggilan-Nya.






Readmore → Bercak Langit

Bubur Sumsum Dan Alasan Aku Tidak Bisa Masak



Pagi tadi, si Sri (temanku beda kabupaten) dengan PEDE-nya pamer foto, sepincuk bubur sumsum (jenang putih bahasa jawane) yang telah tandas dan tak bersisa sedikit pun. Aku yang notabene jarang memakannya, lima tahun terakhir ini, sedikit ngowoh plus ngiler dibuatnya.

Foto by Fendy Ponorogo​​ (Sri)


Sebenarnya sih gampang membuatnya namun untukku yang tak bisa memasak ini, ya tetap saja sulit. Beberapa bulan lalu, aku juga sempat membuat bubur sumsum tapi bukan menjadi bubur, justeru lebih ke arah gethuk. Bantet setengah atos namun cukup lembut sih. Entah, ini akunya yang salah atau aku memang benar-benar tidak bisa memasaknya. Aku pun juga tidak mau mengkambing hitamkan YouTube yang telah dengan senang hati mengajariku. Tidak, aku tidak mau menyalahkannya.

 Terkadang, aku sering iri pada amase aku, kenapa pria semaco itu bisa mahir dalam urusan perdapuran, sedang aku tidak? Why? Padahal aku masaknya juga pakai tangan. Kalau aku bilang pakai hati ntar dikomplain, "apa ada masak pakai Hati? Ya, pakai tangan dong." Sebelum dikomplain, mending diluruskan sekalian. Biasalah, Indonesia tiada hari tanpa komplain. Bahkan, urusan salah satu kata yang mesle pun juga diperdebatkan. Heuh....


 Tentang kenapa sampai sekarang aku tidak bisa masak, mungkin itu juga gegara kata-kata Mamak. Dulu sekali, pas jamannya aku masih muda, imoet dan yeah masih semangat-semangatnya pengen tahu segala hal, aku pernah ingin mencoba membuat bubur sumsum ini. Saat itu aku melihat resepnya yang terpasang cantik di sebuah tabloit Indonesia. Bahannya yang cukup simpel dan mudah didapat itu, membuatku menjadi tertantang untuk membuatnya. Namun, setelah rasa penasaran dan tantangan itu menghampiri jiwa dan ragaku, Mamak yang saat itu melihat mataku berbinar-binar, segera menebas habis hingga pangkal rasa itu dengan sebuah kalimat yang membuatku tertunduk lesu. "Bubur sumsum kui jenang putih. Tuku sewu ae mae lek Jini iso sampe umor. Wes rasah gawe. Do yo tho kepangan, lek ora? malah ngejing-ngejing duwit. Bathi kesel." Bubur sumsum itu jenang putih. Beli seribu saja bisa membuatmu kenyang. Tidak perlu buat. Ya nanti kalau dimakan, kalau tidak? Malah buang-buang uang. Rugi, capek.


 Yaps, begitulah kata-kata Mamak. Sebenarnya, aku juga baru tahu kalau bubur sumsum itu jenang putih. Maklum, aku orang Jawa tulen. Yang masih memegang teguh budaya unggah ungguh. Yang menyerahkan tanggungjawab terpenting dalam urusan makanan pada yang tua. Jadi segala urusan perdapuran, Mamak tercintalah yang memegangnya. Akunya enak, tinggal matengnya saja. Mamak memang baik sih tidak pernah menyerahkan urusan dapur padaku. Paling-paling cuma cuci piring atau bekas memasak yang jadi tanggunganku. So, please jangan salahkan aku jika nggak bisa masak ya.


 Berhubung ini malam jumat, distop dulu facebookannya. Waktune mengerjakan sesuatu yang perlu dan pentiing untuk dilaksanakan. Ok...sampai jumpa kawan-kawan. Diwaktu Dan tempat yang disediakan oleh Tuhan.
Readmore → Bubur Sumsum Dan Alasan Aku Tidak Bisa Masak

Featured Post

SEMUA TENTANG MAS KER