Minggu, 13 Maret 2016

Ijinkan Aku Memilikinya di sisa Umurku


Tiga tahun sudah aku mengenalnya. Memahami karakter dan sifatnya. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah hubungan jarak jauh ini. Pahit dan manis kisah LDR ini telah banyak kami rasakan. Kadang ada perasaan lelah untuk menjalaninya. Tapi rasa ini terlalu takut untuk ditinggal pergi. Sungguh, aku belum siap untuk berkata pisah. Rasanya memang tak sanggup.

Lelakiku teramat baik. Penyabar dan ah tentu dia yang mengerti di kala aku sedang marah. Dia bisa menerima kekuranganku. Itu yang aku dengar dari bibirnya. Entah itu jujur atau tidak. Yang kutahu dia tulus mengucapkannya.

Jangan katakan bila hubungan ini terlalu manis untuk dilihat. Ada banyak pantangan yang membuat kami sampai saat ini belum bisa bersatu. Orang tua dan ilmu kejawen salah satu penyebabnya. Kalian tahu, kedua hal inilah yang membuatku sekarang frustasi.

Sulit sekali memahami kedua sisi ini dalam nalar. Aku tak mampu mendiskripsikannya dalam otakku. Terlalu rumit memisahkannya. Cinta, orang tua dan ilmu kejawen lama. Semua bersatu padu dalam sisi kehidupan manusia. Entah percaya atau tidak, ini adalah hal nyata dalam kehidupan yang di gariskan Tuhan.

Harus berapa lama lagi kami menjalani kisah ini. Adakah ujung yang akan kutemui nanti? Aku sendiri tak tahu. Terlalu berat rasanya. Kalian tahu? Kami saling mencinta. Pun punya cita-cita yang sama, menuju ke Jannah-Nya bersama keluarga kecil kami. Ah, mungkinkah cita-cita itu bisa terlaksana?

Pernah kubertanya pada tembok -Dinding pembatas yang sampai detik ini masih setia menjadi pendengar setiaku kala gundah ini telah memuncak-   “ah, bisakah aku memilikinya?”

Dadaku sesak kala aku memikirkan ini. Sebuah perjalanan tanpa ujung, tanpa restu. Andai mereka bisa mengerti, bisa menyetujui hubungan ini. “Tuhan… di mana lagi tempatku mengadu selain-Mu?” tak banyak inginku, sungguh. Tak sebanyak sebelum aku terbebas dari belenggu itu kemarin.

Waktu terlalu cepat berputar.

Banyak orang menginginkannya. Aku pun juga. Tapi, semakin ke sini, aku semakin takut. Pikiranku mendadak kalut. “Mungkinkah dia takdirku? Atau Tuhan hanya mengirimkannya sementara saja? Bagaimana jika dia tak sabar menunggu?”

Seribu pertanyaan yang entah bisa dijawab olehnya atau tidak. Yang jelas, aku menginginkannya. Membutuhkannya di sisa umurku yang entah tak tahu kapan akan menghadap-Nya.

Sebuah Kisah (Yang Mungkin) Nyata















3 komentar:

  1. Coba tulis donk mbak kiat2 saat perasaan lelahnya,? Hehee

    BalasHapus
  2. Tulis pakai cinta..eh tinta :D
    Bolomu kae punya blog ngk mbak din?

    BalasHapus

Featured Post

SEMUA TENTANG MAS KER