Tiga tahun sudah aku mengenalnya. Memahami karakter dan
sifatnya. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah hubungan jarak jauh ini. Pahit
dan manis kisah LDR ini telah banyak kami rasakan. Kadang ada perasaan lelah
untuk menjalaninya. Tapi rasa ini terlalu takut untuk ditinggal pergi. Sungguh,
aku belum siap untuk berkata pisah. Rasanya memang tak sanggup.
Lelakiku teramat baik. Penyabar dan ah tentu dia yang
mengerti di kala aku sedang marah. Dia bisa menerima kekuranganku. Itu yang aku
dengar dari bibirnya. Entah itu jujur atau tidak. Yang kutahu dia tulus
mengucapkannya.
Jangan katakan bila hubungan ini terlalu manis untuk
dilihat. Ada banyak pantangan yang membuat kami sampai saat ini belum bisa
bersatu. Orang tua dan ilmu kejawen salah satu penyebabnya. Kalian tahu, kedua
hal inilah yang membuatku sekarang frustasi.
Sulit sekali memahami kedua sisi ini dalam nalar. Aku tak
mampu mendiskripsikannya dalam otakku. Terlalu rumit memisahkannya. Cinta,
orang tua dan ilmu kejawen lama. Semua bersatu padu dalam sisi kehidupan
manusia. Entah percaya atau tidak, ini adalah hal nyata dalam kehidupan yang di
gariskan Tuhan.
Harus berapa lama lagi kami menjalani kisah ini. Adakah ujung
yang akan kutemui nanti? Aku sendiri tak tahu. Terlalu berat rasanya. Kalian tahu?
Kami saling mencinta. Pun punya cita-cita yang sama, menuju ke Jannah-Nya
bersama keluarga kecil kami. Ah, mungkinkah cita-cita itu bisa terlaksana?
Pernah kubertanya pada tembok -Dinding pembatas yang sampai
detik ini masih setia menjadi pendengar setiaku kala gundah ini telah memuncak-
“ah,
bisakah aku memilikinya?”
Dadaku sesak kala aku memikirkan ini. Sebuah perjalanan
tanpa ujung, tanpa restu. Andai mereka bisa mengerti, bisa menyetujui hubungan
ini. “Tuhan… di mana lagi tempatku mengadu selain-Mu?” tak banyak inginku,
sungguh. Tak sebanyak sebelum aku terbebas dari belenggu itu kemarin.
Waktu terlalu cepat berputar.
Banyak orang menginginkannya. Aku pun juga. Tapi, semakin ke
sini, aku semakin takut. Pikiranku mendadak kalut. “Mungkinkah dia takdirku? Atau
Tuhan hanya mengirimkannya sementara saja? Bagaimana jika dia tak sabar
menunggu?”
Seribu pertanyaan yang entah bisa dijawab olehnya atau
tidak. Yang jelas, aku menginginkannya. Membutuhkannya di sisa umurku yang
entah tak tahu kapan akan menghadap-Nya.
Sebuah Kisah (Yang Mungkin) Nyata
Coba tulis donk mbak kiat2 saat perasaan lelahnya,? Hehee
BalasHapushahahaa pie nak nulis ya :D
BalasHapusTulis pakai cinta..eh tinta :D
BalasHapusBolomu kae punya blog ngk mbak din?